Bismillahirrahmanirrahim !!
Ngobrolin cinta, apalagi buat orang yang lagi kasmaran, ga akan pernah tuntas. Akan selalu ada sekuel untuk setiap topik yang dibahas. Seluruh kata dari seluruh bahasa pun bila dirangkai ga akan mampu sempurna melukiskannya. Lebih dari itu, bahkan air mata bisa berubah menjadi darah, sebagaimana dituturkan Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi dalam “ ضِيَاؤُهُ الْحَائِرِيْنَ يَهْدِي النُّوْرُ هُوَ” . Orang yang tampak sehat bisa jadi tuli dan tak mendengar apa-apa, buta tak dapat memandang sesuatu , selain dari cinta dan segala rukunnya.
Efek samping cinta tak lain adalah derita, derita dan diriku, juga sakit, sakit, sesakit-sakitnya. Meski sebenarnya derita dan sakit itu merupakan nikmat, nikmat dan nikmat yang dicari oleh seorang pencinta. Seperti yang dikeluhkan Imam Al Bukhori dalam burdag Al-Madih.
“Robbi, Zidni fika tahayyuran”
“Tuhanku, tambahkan padaku kebingungan dalam mencintaiMu”
Oleh karena itu, Al fagir Cuma mau nyomot satu topik, atau bahkan hanya sebuah sub-topik untuk diobrolin bareng-bareng disini. Yaitu, “akan selalu ada momen untuk memperbaiki hubungan dengan orang yang (seharusnya) kita cintai yang tidak boleh kita lewatkan begitu saja”.
Kita sama-sama tau bahwa nilai sebuah cinta berkelindan sejajar dengan nilai objek alias apa atau siapa yang dicinta.
Semakin luhur yang dicinta, semakin mahal cintanya.
Dan kita juga sama mantap meyakini, bahwa ga ada yang lebih mulia dan luhur dari Allag dan Rasul-Nya. Maka mencintai yang paling perlu dan berharga adalah mencintai keduanya. Ingat! Al fagir gak bilang cinta Allah itu satu dan cinta Rasulullah uty dua. Tidak, sebab mencintai keduanya merupakan satu kesatuan yang mustahil dipisahkan. Seseorang dapat dicap benar-benar mencintai Allah sebelum ia betul-betul mencintai Rasul-Nya. “Katakanlah (Wahai Rasulku), jika kalian benar-benar mencintai Allah, Ikutliah Aku!” (Q.S Al-Baqarah).
Mengikuti secara maksimal hanya bisa diperoleh dari cinta yang total.
Angin dari selatan menepi sepoi-sepoi, sebentar lagi musim dingin akan tiba. Namun sebelum itu masih ada diri ini bertanya, “Apa kabar kamu! Bagaimana perasaanmu pada Rasulullah? Masih mekarkah atau malah kusut dan amat layu”. Kalau jawabannya”iya, saya cinta”. Tanyakan kembali “seberapa besar kadarnya?” lalu, “mana buktinya?”. Oh ok, kalau termasuk yang sependapat dengan Mbah tejo, cinta gak butuh bukti, tapi cinta punya tanda-tanda, “Adakah Padamu ?”
Sebelum dijawab, Al fagir mau cerita sedikit. Beberapa bulan lau, dunia dihebohkan dengan hengkangnya Messi dari Barcelona ke PSG. Sebagai pengggemar gaya bermainnya , tentu begitu antusias dengan kabar itu. Di followlah OA IG PSG lengkap dengan UOA fansnya. Beberapa pekan kemudian, meluncurkan lagu baru, para fans amat menanti hari H peluncuran. Setiap kali bangun tidur, yang pertama kali dilihat adalah tanggal, “tinggal berapa hari?”
Lalu ditengah september kemarin, moonton menyuguhkan update bagian game Mobile Legends, para pemain menyambutnya dengan main tanpa henti, dari siang sampai malam, dari malam sampai pagi. Dan terakhir, akhir bulan lalu adik Al fagir ulang tahun, kami sekeluarga mempersiapkan hal demi hal untuk merayakannya.
“Hai diri. Sudah demikiankah kamu kepada Rasulullah?”
“Sebegitu antusiaskah kamu dengan informasi tentang Rasulullah?”
“Seamat menantikah dengan pertemuan bersama Rasulullah?”
Kalau jawabannya iya, alhamdulillah. Tapi kalau belum gapapa, belum terlambat. Sebagaimana disinggung diawal, akan selalu ada momen untuk memperbaiki hubungan dengan orang yang (seharusnya) kita cintai yang tidak boleh kita lewatkan begitu saja”.
Dan inilah saatnya
Rabi’ul awal, bulan kelahiran Rasulullah. Kalau dengan kelahiran orang terkasih saja kita sudah amat bersuka ria, bagaimana kita bisa tidak lebih bergembira dengan kehadiran Rasulullah, yang bukan hanya kelehiran seorang manusia, tetapi juga kelahiran cahaya yang menyudahi kegelapan jahiliyah. Hari kelahiran Rasulullah adalah hari terbaik bagi semesta. Sebab tanpa hari itu, takkan ada kenabian yang menutup kenabian-kenabian sebelumnya, Isra’ mi’raj, Hari Raya, Hijrah dan sebagainya. Tanpa hari itu, bahkan mungkin kita tidak menghirup udara kini, karena bumi sudah lama porak-poranda.
Inilah saatnya kita memperbaiki hubungan dengan sosok yang paling berjasa pada kita, sosok yang bukan karenanya tidak akan ada semesta raya. Shalallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam.
Bagaimana caranya ?
Setidaknya dengan empat hal menurut al-Hafidh Ibnu Hajar al-‘Asqalani yang dikutip oleh Imam as-Suyuthi dalam kitab al-Hawi lil Fatawi. Di antaranya dengan;
(1) Membaca Al-Qur’an,
(2) Memberi makan orang,
(3) Bersedekah,
(4) Memperbanyak shalawat dan salam
Penulis : Moch. Habiburrahman Haqiqi
Editor : Ila Nur Alifa Islami
Leave a Reply