Santri itu Ngaji, Ngopi & Ngabdi

Ilustrasi By AI
Ilustrasi by AI

berjutapena.or.id,- Apa santri itu hanya tertuju pada orang yang belajar di pondok pesantren saja atau hanya cukup berguru kepada ulama’?. Tetapi menurut KH. Mustafa Bisri dengan biasa sapaan akrabnya Gus Mus mengatakan bahwa “Santri bukan hanya yang mondok saja tapi siapapun yang berakhlak santri dialah seorang santri,” dawuhnya.

Tak luput dari santri itu harus teguh pendirian dan bisa menjaga martabat bangsa dan negara Indonesia, karena santri pada masa resolusi jihad dulu dia berjuang semua untuk merebut kemerdekaan Indonesia yang dijajah oleh Jepang.

Tidak berlebihan jika Santri sebagai harapan bangsa, banyak peran santri dalam keikutsertaannya membangun bangsa. Mulai dari masa perjuangan hingga zaman modern yang serba teknologi ini. Santri menjadi harapan bagi bangsa kapanpun dan dimana pun, karena mereka diajarkan mengaji dan patuh kepada orang tua dan gurunya. Tidak hanya itu, setiap saat santri harus selalu bisa bermanfaat bagi orang lain. Hal tersebut, diajarkan oleh para guru di pesantren-pesantren pada umumnya dan sikap inilah yang kita harapkan untuk para pemimpin dikemudian hari bagi bangsa kita.

Dari zaman yang serba modern seperti ini, sangat kurang jika tidak ada pendidikan karakter yang membentuk akhlak dari teknologi yang makin berkembang. Zaman yang memang sudah berubah seiring dengan masanya. Sudah seharusnya kita yang berjiwa dan merasa santri harus menuntut ilmu sesuai dengan zaman ini. Karena hal tersebut akan membantu untuk memajukan suatu bangsa. Kesederhanaan yang melekat pada santri, ternyata tidak sesederhana itu.

Meskipun zaman sudah modern santri tetap dengan karekteristiknya yaitu 3N (Ngaji,Ngopi,Ngabdi). Ketiganya memiliki makna masing masing yang pertama Ngaji adalah kegiatan mengasah intelektual secara khusus namun juga mengandung unsur spiritual dan emosional secara umum. Ngaji tidak hanya identik mempelajari buku-buku kuno atau kitab-kitab gundul berbahasa arab, tapi juga membaca buku-buku umum, membaca keadaan, membaca situasi, dan membaca semua hal yang ada disekitar. Disamping itu, khas pelajar Nusantara adalah mengenang perjuangan dan jasa setiap pencetus atau penulis buku bacaan yang akan dipelajari agar menumbuhkan tali sambung antar murid dan guru, disebut dengan istilah tawassul. Tentu kegiatan semacam ini sangat istimewa di bumi Nusantara meski juga ada di negara lain, dan harus tetap dijaga. Itulah yang dicontohkan Gus Dur dan Bung Karno untuk mengembangkan potensi intelektual dan spiritual.

Setelah Ngaji, langkah selanjutnya adalah Ngopi. Ngopi adalah kegiatan yang harus dilakukan setiap pelajar Indonesia untuk menumbuhkan rasa emosional dan kemanusiaan yang tinggi, dengan Ngopi seorang pelajar dapat mengerti karakter banyak orang, memahami cara berkomunikasi yang baik, dan yang paling penting adalah menumbuhkan rasa kemanusiaan, persaudaraan, dan sosial yang tinggi.

Yang terakhir adalah Ngabdi. Tentu setelah seorang pelajar mendapat ilmu dan pemahaman yang luas, Ia dituntut menyebarkan dan mengaktualisasikan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari agar berguna bagi orang lain. Itulah yang disebut dengan istilah Ngabdi. Tiga konsep inilah yang dilakukan Bung Karno dan Gus Dur. Tokoh yang banyak baca bukunya, jauh tempat ngopinya, bertemu banyak orang, dan tinggi kegiatan spritualitasnya. Tidak heran kemudian jika beliau menciptakan ide-ide baru dari berbagai model pemikiran  yang telah dipelajari. Marxisme menjadi Marhaenisme, ciptaan Bung Karno setelah belajar pada kehidupan para petani. Dan konsep toleransi  beragama ala Gus Dur yang beliau sebut dengan istilah “Pluralisme Agama”.

Moment hari santri nasional, 22 Oktober 2018, merupakan babak baru bagi santri dan pesantren. Peran besar pesantren sejak pra kemerdekaan hingga kini, akan semakin dikenang oleh masyarakat. Momentum hari santri nasional tentu bukan sekedar romantisme sejarah, tetapi hadirnya hari santri dapat menjadi “cambuk” menghidupkan kembali karakter santri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagaimana jiwa spiritual yang tinggi dapat “diejawentahkan” dalam peran sosial yang dinamis dan mampu beradaptasi dengan lingkungan dia berkembang, sehingga dapat terwujud kembali tatanan individu masyarakat yang jujur, tanggung jawab, mandiri, sederhana, gotong-royong, mengutamakan kepentingan umum, dan lain sebagainya?.

Selamat hari santri, teladan karaktermu adalah harapan untuk membangun peradaban baru Indonesia di era disruptif, abad milenial, yang lebih bermartabat, berdaulat, adil, makmur dan sejahterah.

 

Editor : Rekanita Lilik