5 Kondisi Bacaan Fatihah yang Harus Dibaca Ulang

berjutapena.or.id,- Sebagaimana kita tahu bahwa surah Al-Fatihah merupakan rukun dari pada salat. Sehingga, jika tidak dibaca akan menyebabkan salat kita tidak sah. Tulisan ini akan membahas beberapa tempat dimana kita dituntut untuk mengulang bacaan Al-Fatihah dalam salat.

Kapankah kita dituntut mengulang bacaan Al-Fatihah?
Ada lima tempat yang menuntut kita untuk mengulang bacaan Al- Fatihah dalam salat. Baik ketika salat sendiri ataupun salat berjama’ah:

1. Makmum membaca Al-Fatihah terlebih dahulu sebelum imam.

Seorang makmum tidak menafikan untuk terbebas dari membaca surah Al-Fatihah. Jadi kendatipun, menjadi makmum tetap harus membaca Al-Fatihah. Kemudian, ketika seorang makmum telah membaca Al-Fatihah, tetapi mendahului imam maka Ia (makmum) dituntut untuk mengulang bacaan Fatihahnya.

Karena, memang seorang makmum tidak boleh mendahului imam. Jangankan mendahului perihal bacaaan, perihal gerakanpun juga tidak diperbolehkan. Sejatinya, seorang makmum adalah harus mengikuti dan seorang imam sejatinya adalah seseorang yang harus diikuti. Itulah mengapa makmum tidak boleh mendahului imam.

2. Orang yang salat duduk karena tidak mampu berdiri

Dalam hal ini yang dimaksud adalah bukan tidak mampu membaca Al-Fatihah, melainkan tidak mampu melakukan salat secara berdiri. Ia mampu membaca Al-Fatihah, tetapi karena faktor usia atau faktor lain yang menyebabkan Ia tidak bisa salat secara berdiri. Luka, sakit semisal, atau apapun itu yang membuat Ia tidak bisa salat berdiri.

Lalu, Ia dituntut untuk mengulang bacaan Fatihahnya ketika sudah mampu melakukan salat berdiri. Pengandaiannya adalah ada seseorang yang salat duduk karena luka ringan. Kemudian, dirakaat pertama ia membaca Al-Fatihah dengan salat duduk dan dirakaat kedua lukanya tiba-tiba sembuh, maka Ia dituntut untuk mengulang bacaan Fatihahnya pada rakaat pertama. Karena, dirakaat kedua Ia telah mampu melakukan salat dengan berdiri.

3. Bernazar akan baca Fatihah ketika bersin dalam salat

Kasus ini terjadi ketika seseorang yang bernazar melakukan salat. Untuk nazarnya dilakukan ketika Ia di luar salat. Semisal, ada seseorang bernazar Ia akan membaca Al-Fatihah ketika memang melakukan bersin. Ternyata, Ketika Ia salat benar-benar mengalami bersin, maka Ia dituntut untuk mengulang bacaan Fatihahnya.

Gambaran jelasnya adalah seseorang bernazar akan membaca Al-Fatihah kalau memang Ia bersin. Kemudian, pada rakaat pertama belum bersin pula dan baru bersin pada rakaat kedua, maka orang itu dituntut untuk mengulang bacaan Fatihahnya di rakaat pertama tadi, yang menyebabkan Ia mengulanginya adalah karena nazarnya itu.

4. Orang yang khatam Al-Qur’an dalam salat

Poin keempat ini biasanya sering dilakukan oleh para penghafal Al-Qur’an. Dalam salat Ia akan mengkhatamkan Al-Qur’an sebagai media untuk menjaga hafalannya agar tidak hilang. dengan Begitu, Al-Qur’an yang ia hafal dijamin akan tetap melekat, sebab khatamannya dalam salat.

Gambarannya adalah, dalam rakaat pertama Ia telah khatam Al-Qur’an. Anggaplah, dalam rakaat itu Ia telah baca surah An-Nas. Kemudian, Ia dituntut secara tidak tegas (sunah) untuk mengulang khatamannya pada rakaat kedua. Maksudnya adalah pada rakaat kedua nanti, Ia disunahkan mengulang bacaan Al-Fatihahnya sebagai khataman barunya.

5. Orang yang hanya hafal surah Al-Fatihah

Tidak jarang kita jumpai orang-orang awam yang hanya hafal surah Al-Fatihah saja. Sedangkan surah-surah pendek tidak hafal. Tentu, kita tidak boleh langsung bersikap untuk menyalahkan mereka. Artinya, sesuaikan kondisi mereka dengan hukum yang ada, bukan lantas sebaliknya, yaitu mencarikan hukum untuk menyesuaikan kondisi.

Gambarannya yakni, ada orang yang hanya hafal surah Al-Fatihah maka, dalam salatnya Ia hanya baca Al-Fatihah saja, tidak membaca surah yang lain. Oleh karena itu, meskipun Ia telah membaca Al-Fatihah pada rakaat pertama maka pada rakaat selanjutnya Ia juga diharuskan untuk membaca Al-Fatihah lagi. Karena, hanya Al-Al-Fatihah saja yang Ia hafal.

Penjelasan di atas diambil dari kitab Bughyah al-Mustarsyidin, halaman 46, berikut redaksinya:

مسئلة ي: تطلب إعادة الفاتحة في الصلاة في خمسة مواضع: إذا قرأها المأموم قبل إمامه, ولعاجز قرأها قاعدا ثم أطاق القيام, ومن نذر قراءتها كلما عطس فعطس بعد قراءتها فتجب إعادتها, ومن ختم القرآن في الصلاة يستحب له أن ينتقل للختمة الأخرى فيعيدها ندبا, ومن لم يحفظ غيرها فيعيدها عن السورة, قاله إبن العماد.

“Masalah ya’ (Imam Yahya): dituntut untuk mengulang Fatihah pada lima tampat: seorang makmum membaca Fatihah sebelum imam membaca Fatihah, orang yang tidak mampu membaca Fatihah dengan salat duduk kemudian Ia mampu salat berdiri, orang yang bernazar akan membaca Fatihah Ketika Ia bersin lalu benar-benar bersin maka Ia wajib mengulang Fatihahnya, orang yang khatam Al-Qur’an dalam salat disunahkan bagi dia untuk berpindah khataman lain lalu mengulang bacaan Fatihahnya secara sunah, orang yang tidak hafal kecuali hanya Al-Fatihah maka Ia harus mengulang Fatihanya sebagai ganti dari surah-surah.”

Dalam kitab lain ditambah bahwa ketika orang yang lupa untuk melakukan sujud kedua pada rakaat pertama. Kemudian, Ia baru ingat di rakaat kedua, maka seketika Ia harus sujud dan wajib mengulang bacaan Fatihahnya di rakaat kedua tadi. Hal ini dijelaskan dalam kitab Syarah al-Zarqani ala Mukhtasar Kholil, juz I, halaman 420:

كسهو عن سجدة ثانيه بركعة أولى فتذكر بعد تمام قراءة ركعة ثانية فيعود ويسجدها وتجب إعادة الفاتحة.

“Seperti lupa melakukan sujud kedua pada rakaat pertama. Kemudian, Ia ingat setelah sempurnanya semua bacaan di rakaat kedua, maka Ia mengulang dan sujud sekaligus wajib mengulang bacaan Fatihahnya.”

Dengan demikian, surah Al-Fatihah menjadi perhatian terbesar dalam salat. Pertama karena, surah Al-Fatihah merupakan awal dari ditulisnya Al-Qur’an. dan Kedua, salah satu penyebab salat kita tidak sah adalah bacaan Al-Fatihah yang tidak benar atau salah posisi dalam membacanya. Itulah mengapa kita harus benar-benar memperhatikan bacaan Fatihah dalam salat.

Sekian, penjelasan tentang kapan saja kita harus mengulang bacaan Al-Fatihah dalam salat. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.

 

Editor : Rekanita Lilik