Memahami Prinsip Dasar Dilema Ekonomi vs Ekologi Demi Membangun Kembali Paradigma Pembangunan Berkelanjutan

berjutapena.or.id, – Masalah-masalah tentang pembangunan sering kali melibatkan dua topik besar antara ekonomi dan ekologi. Pemahaman yang tampak dipermukaan berputar-putar pada pandangan yang dikotomis. Memfokuskan diri atas kemajuan pesat ekonomi, berarti harus mengorbankan pengaruh vital ekologi. Lebih menitik beratkan keseimbangan ekologi, berarti telah pasrah jika suatu saat kegiatan ekonomi tiba-tiba mandek. Pandangan dikotomik ini, pada batas waktu yang sama melahirkan kebijakan pembangunan yang dilematis. Oleh karena itu, penting untuk memahami kerangka yang lebih sederhana agar supaya peningkatan ekonomi berimbang dengan keberlanjutan ekologi. Tetapi bagaimana kita mencari warna kelabu antara pandangan ekonomi dan ekologi yang selalu dipandang hitam putih, sehingga titik temu dapat kita temukan?

 

Ekonomi vs Ekologi; Sebuah Pertentangan Kuno

Berita tentang keruntuhan ekologis sebenarnya bukanlah hal yang sangat baru. Para ilmuan telah lama beberapa kali mengingatkan, bahwa jika kita tidak mengambil langkah yang tepat, bumi yang kita singgahi ini semakin lama semakin sekarat. Aktifitas-aktifitas manusia sejak revolusi industri menjadi penyebab utama perubahan iklim dan pemanasan global. Komposisi tanah, air dan atmosfer berubah akibat ulah kita yang keblinger memanfaatkan sumber daya alam, sementara sering memompakan  jumlah limbah, racun dan polusi-polusi udara yang tak sedap.

Kesalahan persepsi bahwa lebih mementingkan ekonomi berarti harus mengorbankan ekologi atau sebaliknya, merupakan pemahaman yang sangat kuno. Tetapi, alih-alih kebuntuan dalam mencari titik temu itu diupayakan secara serius, orang-orang nasionalis justru lebih suka menampilkan narasi-narasi penyangkalan sembari mengafirmasi kegiatan industrialisasi sebagai kepentingan-kepentingan yang lebih diutamakan dari pada berita degradasi lingkungan. Ancaman ekologis bahkan digiring menjadi hanya sekedar sebagian dari cerita fiksi yang terlalu didramatisir. Barangkali wajar ketika anda menjumpai tweet seorang politikus terkenal dengan caption “Berita krisis lingkungan itu hoax, dan bumi kita masih baik-baik saja!”. Sebab lagi-lagi kepentingan pembangunan nasional jauh lebih dipedulikan dari pada kecemasan orang-orang atas keadaan bumi yang dipijaknya, dan kita terlalu tertatih-tatih dalam mencari benang penyambung antara kepentingan dan kebutuhan ekonomi dengan kepentingan dan kebutuhan ekologi.

 

First Principle Thinking Antara Ekonomi dan Ekologi

Metode berpikir First Principle Thinking adalah sebuah cara berpikir dengan menguraikan segala pokok persoalan dari bagian luar hingga sampai ke akar-akarnya. Sehingga apabila prinsip dasar dari satu persoalan ditemukan, langkah yang paling masuk akal berikutnya adalah mencari solusi yang sesuai dengan prinsip dasar tersebut. Metode ini acap kali digunakan dalam konteks perbisnisan. Jika anda ingin berbisnis baterai dengan harga yang lebih murah, hal yang perlu anda lakukan adalah memunculkan pertanyaan; “Apa sebenarnya komponen dasar dari baterai?”. Alih-alih berpikir tentang cara memperbaiki baterai yang ada.

Metode berpikir  yang identik dengan filsuf Aristoteles ini, dapat membantu kita untuk memecahkan masalah pertentangan antara ekonomi dan ekologi. Masalah yang rumit dapat dipecahkan dengan mudah apabila kita mengindentifikasi prinsip-prinsip dasar dari kedua persoalan tersebut. Sehingga kemudian bisa membantu kita untuk membangun berbagai solusi yang memberi keuntungan bagi masing-masing dua persoalan; ekonomi dan ekologi.

Langkah awal untuk berpikir metode first principle adalah bagaimana kita dapat mengidentifikasi asumsi yang ada dan telah berlaku umum. Semisal; ekonomi yang sejahtera dapat dirasakan secara langsung, sementara ekologi berkelanjutan dampaknya hanya dapat terasa dengan waktu yang berlarut-larut. Sehingga para pemangku kebijakan lebih mementingkan ekonomi dari pada mempertahankan ekologi yang membutuhkan pengorbanan menyakitkan. Di saat yang sama masyarakat umumnya memandang ekonomi dan ekologi sebagai dua hal yang dikotomik. Meningkatkan ekonomi, artinya mengorbankan ekologi, begitu pun berlaku sebaliknya.

Namun, benarkah ekonomi dan ekologi harus selalu dipandang dualistik? Jawaban atas pertanyaan itu dapat kita temukan dengan cara menguraikan dasar-dasar dari kedua bidang tersebut, kemudian mencari titik temu yang bisa menautkan keduanya agar dapat berjalan secara harmonis. Katakanlah, misalnya; hal yang paling inti dari tujuan ekonomi adalah menciptakan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Namun bisakah tujuan itu dirasakan dalam jangka panjang, apabila harus mengorbankan ketahanan ekosistem? Sebaliknya, tujuan mendasar dari ekologi adalah menjaga keberlanjutan lingkungan untuk memastikan kesejahteraan jangka panjang. Tetapi kesejahteraan apa yang kita maksud apabila kebutuhan material (seperti pendapatan) dan non-material (seperti pendidikan atau kesehatan) justru terhambat akibat terlalu membatasi diri akan kebutuhan atas sumber daya alam?

Setelah memahami prinsip dasar dari kedua persoalan tersebut, dan memunculkan pertanyaan yang dapat mengkompromikan keduanya, kemudian identifikasi yang perlu kita lakukan lagi adalah memunculkan unsur-unsur tujuan yang secara faktual sama-sama dimiliki dan dibutuhkan baik oleh ekonomi maupun ekologi. Secara mendasar tujuan yang ingin dicapai oleh keduanya adalah kesejahteraan. Dalam ekonomi, kesajahteraan terwujud apabila produktivitas dan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam dilakukan. Dalam ekologi, kesejahteraan terwujud jika keberlanjutan ekosistem diperhatikan. Sehingga prinsip dasar yang sama-sama dimiliki oleh dua pihak adalah optimalisasi penggunaan sumber daya dengan mempertimbangkan kesejahteraan jangka pendek dan jangka panjang.

Dengan adanya prinsip dasar yang menautkan dua persoalan tersebut, langkah kita untuk mengelola interaksi yang bisa mengawini ekonomi dan ekologi dapat terbantu. Kabar baiknya adalah kita dapat mengeksplorasi kembali rancangan-rancangan solutif yang baru, serta dapat mengintegrasikan kebutuhan ekonomi maupun ekologi secara harmonis. Alih-alih terus mempertentangkan keduanya.

Contoh paling nyata yang terlahir dari first principle thinking adalah adanya konsep ekonomi sirkular, yang menggantikan paradigma lama ekonomi linear.  Proses perekonomian model sirkular berjalan dengan cara mengambil sumber daya alam sekedar kebutuhan, mengolahnya menjadi produk yang dapat dikonsumsi, kemudian mendaur ulang barang yang telah digunakan. Jika prinsip dasar dari ekonomi linear adalah menggunakan dan membuangnya, ekonomi sirkular justru mengurangi penggunaan dan mengolahnya kembali. Jika ekonomi linear memanfaatkan sumber daya alam berlebihan, sembari terus memompakan jumlah limbah, ekonomi sirkular justru memanfaatkan seoptimal mungkin sumber daya yang ada, kemudian mengolahnya kembali agar tetap bisa digunakan lagi dan lagi.

Pendekatan semacam ini membantu kita merubah pandangan kuno bahwa ekonomi dan ekologi adalah dualitas yang tak dapat dipersatukan. Pertimbangkan misalnya; penggunaan energi berbahan bakar fosil menciptakan emisi gas rumah kaca menakutkan. Asumsi yang umum adalah semakin menggunakan energi tak terbarukan, maka semakin murah harga yang harus dibayar. Namun dengan adanya first principle thinking justru memberikan pertanyaan sederhana; “apa prinsip dasar dari energi?”. Sehingga apabila jawabannya adalah “kapasitas untuk melakukan kerja”, maka sumber daya yang berasal dari matahari, air atau angin justru juga memberikan energi yang banyak tanpa merusak ekosistem. Oleh karena itu, penggunaan sumber daya energi tak terbarukan dapat dialihkan menjadi sumber daya energi terbarukan dengan memanfaatkan teknologi hijau.

Mengakhiri Dualitas Dengan Konsep Sederhana

Menguraikan elemen-elemen dasar dari masing-masing ekonomi dan ekologi dapat membantu kita menemukan inti dasar yang menautkan antara keduanya. Ketika inti dasarnya adalah menciptakan kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan, maka ekonomi dan ekologi justru dapat bekerja sama secara padu dan saling mengintegralkan. Sehingga solusi yang perlu dirancang ulang adalah bagaimana  dapat memaksimalkan kinerja keduanya secara simultan.

Dengan menggunakan metode berpikir ini, kemajuan ekonomi akan beriringan dengan keberlanjutan ekosistem. Sebab keberhasilan ekonomi dalam konteks ini, bukan hanya mengukur volume produksi atau pendapatan, tetapi juga keberlanjutan jangka panjang. Oleh sebab itu, di tengah ketimpangan ekonomi dan degradasi lingkungan saat ini, first principle thinking sangat diperlukan demi menciptakan ekonomi yang seimbang dan kehidupan yang berkelanjutan.

 

Penulis : Izzul Qurnain (Mahasantri Ma’had Aly Salafiyaj-Syafiiyah Sukorejo) 

Muhammad Robet Asraria Soma
Santri Tulen