berjutapena.or.id,- Situbondo, Dalam era digital saat ini, media sosial telah menjadi sarana penting bagi generasi muda untuk mengekspresikan diri, berkomunikasi, dan bahkan melakukan penelitian. Salah satu contoh inspiratif datang dari Instruktur Wilayah Jawa Timur, Muhammad Hafaz Zamani, yang juga merupakan kader Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Situbondo, berhasil memaksimalkan platform WhatsApp sebagai media dalam menjalankan penelitian.
Hafaz menciptakan metode penelitian inovatif yang menggunakan tantangan atau challenge di media sosial. Metode ini ia kembangkan dari kebiasaan nongkrong di kedai kopi, yang kerap menjadi ruang diskusi isu-isu terkini, terutama yang berkaitan dengan politik. Fenomena kedai kopi yang ia amati menjadi topik penelitian yang unik dan relevan, khususnya dalam konteks Pemilu 2024, di mana kedai kopi menjadi ruang publik yang efektif dalam mempengaruhi para pemilih, terutama dari kalangan Gen Z.
Dalam wawancara bersama Berjutapena, Hafaz menjelaskan, “Ide ini muncul secara tidak sengaja ketika saya duduk sendiri di kursi Indomaret, sambil memikirkan tugas penelitian yang sedang saya jalani. Saat melihat story WhatsApp teman-teman, tiba-tiba terlintas ide untuk menggunakan media WhatsApp sebagai sarana penelitian. Hasilnya mengejutkan, responden cukup banyak dan mereka serius menanggapi.” ujarnya pada Sabtu, (05/10/24).
Fenomena kedai kopi sebagai topik penelitiannya lahir dari pengamatan pribadi Hafaz yang sering nongkrong di kedai kopi. Ia menemukan bahwa kedai kopi menjadi tempat strategis untuk kampanye politik informal, di mana beberapa elite politik bahkan menggunakan tempat ini untuk berkampanye. “Unik sekali, pemilu didominasi oleh kaum muda, dan ruang santai seperti kedai kopi memberikan pengaruh besar terhadap pilihan politik mereka,” tambahnya.
Hafaz juga menjelaskan metode yang ia gunakan dalam penelitiannya. “Saya mulai dengan membuat narasi menarik di status WhatsApp, yang mengundang orang-orang untuk berpikir dan menyampaikan pendapat. Hasilnya cukup memuaskan, dengan sekitar 85% penonton terlibat dalam penelitian ini. Mereka memberikan data yang bervariasi dan menarik dari daerah masing-masing, yang kemudian saya olah sebagai data sekunder.”
Namun, Hafaz tidak menutup mata terhadap tantangan yang dihadapi dalam metode ini. Salah satunya adalah kesulitan dalam menarik responden di WhatsApp, serta memastikan validitas data yang diperoleh melalui media sosial. Meskipun demikian, ia melihat potensi besar dalam pemanfaatan media sosial sebagai alat riset yang efektif di kalangan Gen Z, khususnya dalam pengembangan organisasi dan kaderisasi di IPNU.
“IPNU dan kader-kadernya harus melek teknologi. Saat ini, teknologi menjadi alat tempur yang sangat lengkap untuk menjawab tantangan peradaban yang semakin kompleks,” jelas Hafaz. Ia juga mengembangkan gagasan “Digitalisasi Kaderisasi” sebagai inovasi dalam memodernisasi pendekatan kaderisasi di IPNU.
Ke depan, Hafaz berharap penelitian ini dapat membantu Gen Z menyadari potensi manipulasi politik yang terjadi di ruang-ruang informal seperti kedai kopi. Ia juga melihat potensi besar bagi generasi muda untuk menggunakan media sosial sebagai alat penelitian dan pengembangan, terutama dalam dunia akademis dan organisasi.
“Media sosial sangat tepat digunakan dalam penelitian, khususnya bagi Gen Z yang lebih suka scrolling dan melihat status WhatsApp teman-temannya. Dengan pendekatan yang tepat, penelitian menggunakan media ini bisa sangat efektif,” tutup Hafaz.
Leave a Reply