Mahasiswa Indonesia di Suriah: Duta Budaya dan Peluang Diplomasi Non-Formal

Berjutapena.or.id, – Suriah, Pelajar dan mahasiswa Indonesia yang belajar di Suriah memiliki peran yang sangat strategis sebagai duta budaya dan sosial. Mereka tidak hanya berfungsi sebagai representatif Indonesia di mata masyarakat Suriah, tetapi juga sebagai jembatan pengetahuan.

Iskandar Dzulqornain, Ketua Tanfidziah PCI NU Suriah, menyatakan bahwa, “Bagi masyarakat Suriah, mereka mungkin tidak mengetahui Indonesia, tetapi mereka mengetahui pelajar Indonesia yang ada di sana.” katanya saat diwawancarai pada Selasa, (29/10/2024).

Dzulqornain menekankan bahwa mahasiswa Indonesia seharusnya membangun jejaring dan sanad keilmuan di Suriah. “Ilmu yang dipelajari di Suriah harus disebarluaskan kepada khalayak umum saat mereka kembali ke tanah air,” tuturnya.

Dia juga mengingatkan pentingnya memperingati hari-hari besar dengan cara yang lebih mendalam, bukan hanya sekadar acara yang bersifat euforia.

Menurut Dzulqornain, semangat para founding fathers dalam memperjuangkan kemerdekaan harus menjadi inspirasi. “Perjuangan kemerdekaan Indonesia melibatkan perang dan diplomasi,” katanya. Dalam konteks ini, mahasiswa Indonesia di Suriah dapat memainkan peran penting dalam diplomasi non-formal yang dapat membawa dampak positif.

Mahasiswa juga diharapkan memahami konteks geopolitik internasional yang ada di kawasan. “Dengan belajar di Suriah, kita akan mengetahui mengapa dan bagaimana konflik ini terjadi,” ungkap Dzulqornain.

Ia juga menegaskan bahwa pemahaman ini harus diperoleh agar kejadian serupa tidak terulang di Indonesia. Melalui program-program penunjang seperti peringatan hari nasional dan pembuatan media edukatif, mahasiswa dapat meningkatkan kesadaran. Dzulqornain menjelaskan, “Program-program seperti infografis, video, atau poster mengenai tokoh-tokoh nasional sangat penting.” tambahnya.

Ia menyebut Bung Hatta, Sutan Syahrir, dan KH. Agus Salim sebagai contoh tokoh yang memiliki semangat juang tinggi untuk Indonesia.

Lebih lanjut, Dzulqornain menjelaskan relasi antara santri dan nasionalisme. “Banyak tokoh nasional berasal dari latar belakang santri, seperti RA Kartini dan Bung Hatta,” ujarnya. Mereka menunjukkan bahwa pendidikan keagamaan dapat memberikan kontribusi besar dalam perjuangan nasional.

Dia menekankan bahwa, “Seorang yang hebat bukanlah mereka yang tak pernah jatuh, tetapi yang tak pernah menyerah.” tegasnya.

Dengan semangat yang tinggi, mahasiswa diharapkan dapat menghidupkan kembali nilai-nilai perjuangan. “Teruslah hidupkan api semangat dalam diri, dan jangan pantang arang,” tutup Dzulqornain.

Editor : Rekan Robet