KH. Afifudin Muhajir: “Santri Harus Mampu Menjaga Tradisi dan Menjawab Tantangan Zaman

Berjutapena.or.id – Situbondo, Dalam Talk Show bertajuk “Santri Sebagai Pilar Pengkaderan NU”, Dr. (H.C.) KH. Afifudin Muhajir, M.Ag., Wakil Rais Aam PBNU, menekankan pentingnya santri menjaga nilai-nilai keislaman ala ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) sambil tetap mampu menjawab tantangan zaman.

Acara ini diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Situbondo bersama Pengurus Pusat (PP) Ikatan Santri Salafiyah- Syafi’iyyah (IKSASS) Putri pada Sabtu, (11/01/25), di Jabal Rahmah, Sumberejo, Banyuputih. Sebagai bagian dari program Coaching Bootcamp.

 

 

Kiai Afif menjelaskan bahwa dalam Islam terdapat dua kategori ajaran. Pertama, ajaran harga mati yang tidak boleh diubah, seperti larangan menyesatkan, membid’ahkan, atau mengkafirkan sesama muslim. Kedua, ajaran yang bersifat adaptif, seperti perbedaan dalam hal qunut atau tidak qunut.

“Hal-hal yang tidak prinsip ini adalah bentuk fleksibilitas Islam yang sejalan dengan perkembangan zaman,” jelasnya.

Beliau juga menyoroti cara berpikir Wahabi yang dianggap terlalu sempit meski dakwahnya praktis, dibandingkan dengan Aswaja yang menekankan keseimbangan antara akhlak dan tradisi.

“Orang Salafiyah Wahabi tidak mengakui akhlak tasawuf, padahal tasawuf adalah bagian penting dari ajaran Islam untuk membersihkan jiwa,” tegasnya.

Selain itu, Kiai Afif menguraikan perbedaan mendasar antara Sunni dan Syi’ah. “Sunni mencintai keluarga Nabi sekaligus para sahabat Nabi, sedangkan Syi’ah lebih fokus pada keluarga Nabi saja,” paparnya.

Ia juga menjelaskan konsep cinta dalam Islam yang mencakup aspek rasional, yaitu menaati perintah Nabi, dan aspek emosional, seperti rasa takut kepada Allah yang mendalam.

Baca Juga : Kolaborasi IKSASS-IPPNU Cetak Kader Unggul Pesantren

Kiai Afif juga menyoroti pentingnya akhlak dalam Islam yang berbeda dengan sekadar sopan santun.

“Sopan santun adalah adab, sedangkan akhlak adalah kebersihan hati yang terlihat dalam perilaku,” ungkapnya.

Ia mendorong para santri untuk tidak hanya bertahan dalam menghadapi tantangan zaman, tetapi juga mampu menjadi pelopor perubahan dengan tetap berpegang pada nilai-nilai tradisi.

“NU itu Islam, tapi Islam belum tentu NU. Oleh karena itu, santri harus menjadi garda terdepan yang memperkuat nilai Aswaja di tengah masyarakat,” pesan Kiai Afif.

Acara yang dimoderatori oleh Ustadz Abdul Wahid, M.H.I., dosen Ma’had Aly, ini menjadi momentum penting untuk mengingatkan kembali peran strategis santri sebagai kader Nahdlatul Ulama (NU) yang adaptif dan inovatif dalam menghadapi perubahan dunia.

Editor : Rekan Robet