Hikmah Selalu Menjaga Wudhu

Ilustrasi By AI
Ilustrasi By AI

berjutapena.or.id,- Agama Islam mencintai kebersihan dan kesucian, dan itu bisa kita peroleh dengan cara berwudhu. Wudhu adalah salah satu cara mensucikan badan dari hadas kecil. Dengan punya wudhu, seseorang baru diperbolehkan melakukan salat, karena wudhu merupakan salah satu syarat sahnya salat. Didalam kitab Bidayatul Hidayah halaman 17 disebutkan bahwasanya seseorang disunnahkan untuk menjaga wudhunya, karena itu sesuai dengan yang terjadi di hadis Qudsi yang berbunyi:

يَامُوسَى اِذَا أَصَابَتْكَ مُصِيْبَةٌ وَأَنْتَ عَلَى غَيْرِ وُضُؤٍ فَلَا تلومن اِلّاَ نَفْسَكَ

Artinya: “Hai Musa apabila musibah menimpa kamu sedang anda dalam keadaan tidak punya wudhu, maka jangan mencela siapapun kecuali kepada diri sendiri”.

Mafhumnya, “Jadi ketika musibah datang kepada kita dengan kondisi tidak punya wudhu, maka tidak usah mencela siapapun”. Adapun maksudnya hadis tersebut adalah memberikan pesan tersirat, bahwa ketika seseorang selalu menjaga wudhunya, maka Insya Allah akan dijauhi dari musibah. ”Makanya disunnahkan”. Dan selain dalil dari kesunnahan itu juga diambil dari hadis Qudsi Maknanya dari Allah Swt, sementara lafadznya dari Nabi saw juga disabdakan oleh Nabi Muhammd saw:

دُمْ عَلَى الطَّهَارَةِ يُوَسِّعُ عَلَيْكَ الرِّزْكُ

Artinya:“ Tetapkanlah olehmu kesucian dari hadas, maka rezekimu akan diluaskan”.

Hadis ini bisa kita ambil sebagai motivasi untuk selalu menjaga wudhu.
Maksud dari menjaga wudhu disini bukan berarti selalu menahan suatu perkara yang dapat membatalkan wudhu, melainkan ketika wudhunya batal, maka bersegera ngambil wudhu lagi. Kemudian, hikmah dari menjaga wudhu, selain dihindari dari musibah, juga secara otomatis akan dapat menjaga diri kita dari melakukan perkara-perkara yang berdosa, dan dapat menghapus dosa-dosa. Perlu diketahui juga, bahwa kesunnahan menjaga wudhu ini merupakan salah satu sunnah Nabi saw, yang paling mulia.
Sebelum pembahasan ini dilanjut mungkin sangat penting sekali kiranya untuk mengingat dulu tentang syarat-syarat di dalam wudhu. Syaratnya wudhu didalam kitab Fathul Mu’in itu ada lima. Pertama, adalah harus menggunakan air mutlak, artinya air yang dapat suci mensucikan, dan juga bukan air musta’mal (air yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadas dan najis).
yang Kedua air harus dialirkan pada anggota wudhu, oleh karena itu tidak cukup hanya dengan mengusap saja. yang Ketiga, anggota wudhunya tidak terdapat sesuatau yang dapat mengubah kepada kemutlakan air, seperti minyak. yang Keempat adalah tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi sampainya air keanggota wudhu, seperti tatto, cairan lilin, dan semisalnya. dan yang Terakhir, wudhu baru bisa dilakukan jika sudah masuk waktunya salat bagi orang yang terus-menerus hadas (beser) atau mencret.

Banyak sekali hadis-hadis Nabi Muhammad saw. yang menerangkan keutamaan dan manfaat selalu memiliki wudhu. Seperti:

“مَنْ نَامَ عَلَى وُضُوءٍ فَأَدْرَكَهُ الْمَوْتَ فِي تِلْكَ الَّليْلَةِ,فَهُوَ عِنْدَ عِنْدَ اللهِ شَهِيْدٌ,”

Nah, hadis tersebut menerangkan bahwasanya apabila seseorang tidur dalam keadaan memiliki wudhu kemudian dia mati, maka Ia mati syahid disisi Allah Swt. Dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda:

”النَّائِمُ الطَّاهِرُ كَالصَّائِمِ الْقَائِمِ”

Yang artinya tidur dalam keadaan suci, itu sama dengan sedang salat dimalam hari.

Dari hadis-hadis barusan kita bisa memahami, bahwa memang wudhu ini memiliki keistimewaan yang luar biasa. Maka rugi sekali kiranya kalau tidak diamalkan.

Ada suatu riwayat yang sudah masyhur, yaitu tentang terompanya sahabat Bilal bin Rabah, yang didengar di Surga oleh Nabi saw ketika beliau sedang Isra’ Mi’raj. Singkat cerita, ketika Nabi Muhammad saw menanyakan kepada sahabat Bilal tentang amal apa yang dilakukan, maka sahabat Bilal menjawab “Saya sering melakukan salat sunnah wudhu dua rakaat”. Dan Perlu diketahui, bahwasanya salat tersebut bisa dilakukan sebelum bekas air wudhunya kering.
Namun yang menjadi problem bagi Kebanyakan orang adalah selalu merasa tidak nyaman kalau anggota tubuhnya dalam keadaan basah. Sehingga ketika selesai mengambil wudhu, mereka langsung mengeringkannya, baik itu dengan cara mengibas-ngibaskan, atau dilap dengan handuk. Padahal itu merupakan perkara yang lebih baik tidak dilakukan, kalau memang tidak ada udzur. Kenapa lebih baik ditinggalkan? Karena, itu diibaratkan seperti mencari-cari kebebasan untuk beribadah. Dalam artian perkara itu (mengeringkan air bekas wudhu) dianalogikan seperti orang yang enggan untuk melakukan ibadah.
Sekarang bagaimana Kalau ada udzur, seperti misalnya cuaca lagi sangat dingin sehingga tidak kuat jika tubuhnya dalam keadaan basah, atau seperti sakit. maka hukumnya sudah berubah menjadi sunnah mengeringkannya, tetapi disana dianjurkan, dengan mendahulukan bagian anggota yang kiri terlebih dahulu, lalu bagian yang kanan. Supaya kenapa? Agar bekas ibadah tetap berada pada bagian yang paling mulia, yaitu bagian yang kanan. Dan karena memang mengeringakan bekas air wudhu pada anggota tubuh, itu samahalnya seperti menghilangkan bekas ibadah. Wallahu A’lam Bisshawab.

 

Penulis : Thoha Abil Qasim

Editor : Rekanita Lilik

Muhammad Robet Asraria Soma
Santri Tulen