Tips Menanggulangi Sifat Ujub Ala Imam Syafi’i

berjutapena.or.id,- Sifat ujub, atau kesombongan yang membuat seseorang merasa lebih unggul daripada orang lain, dapat merusak hubungan sosial dan bahkan merugikan diri sendiri. Sifat ini membuat seseorang menilai amal orang lain secara negatif sementara merasa superior. Penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi ujub agar kehidupan spiritual dan sosial tetap seimbang.

Bahaya Ujub menurut Imam Bisyr Al-Hafi

Menurut Imam Bisyr Al-Hafi Ujub adalah penyakit hati yang sangat merusak. Dalam pandangan ujub, amal baiknya diri sendiri dianggap besar dan luar biasa, sedangkan amal orang lain dianggap remeh dan kecil. Sikap ini tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga menciptakan pandangan meremehkan terhadap orang lain. Hal ini bisa merusak hubungan harmonis antar sesama.

Solusi dari Imam Syafi’i

Imam Syafi’i memberikan solusi bijak untuk mengatasi ujub. Mengutip penjelasan Imam Syafi’i yang dinukil oleh Sayyid Bakar Al-Makkiy dalam Kitabnya, Kifayatu al-Akhyar, beliau menyarankan agar seseorang memikirkan rida Allah, mencari pahala yang diinginkan, menghindari siksaan yang ditakuti, bersyukur atas kesejahteraan, dan mengingat cobaan sebagai pengingat kepada-Nya. Dengan merenungkan hal-hal ini, seseorang dapat menyadari kecilnya amalnya dalam pandangan Tuhan.

Sekurang-kurangnya ada 3 cara menanggulangi sifat ujub, yaitu:

1. Syukur kepada Allah

Dari penjelasan Imam Syafi’i, obat penawar ujub adalah dengan terus bersyukur kepada Allah. Kesadaran bahwa segala kemampuan dan kesempatan untuk beramal berasal dari-Nya dapat menjauhkan seseorang dari sikap ujub. Amal baik bukan semata dari diri sendiri, melainkan pemberian Allah yang patut disyukuri.

2. Memahami Keterbatasan Diri

Menyadari bahwa segala amal baik tidak terlepas dari campur tangan Allah mengajarkan kita untuk tidak meremehkan amal orang lain. Kita harus menghargai upaya dan perjuangan setiap individu dalam berbuat kebaikan. Dengan demikian, sikap ujub dapat dihindari, dan kita dapat menjauh dari virus batin yang merugikan ini.

3. Introspeksi Diri

Dalam rangka mengembangkan kehidupan spiritual yang sehat, penting untuk terus memeriksa diri sendiri dan merenungkan keterbatasan diri sendiri serta karunia yang diberikan oleh Allah. Dengan begitu, kita dapat menciptakan lingkungan sosial yang penuh kasih dan saling menghargai, menjauhkan diri dari sikap ujub yang dapat merusak keharmonisan hubungan antarmanusia.

Referensi:
Imam Abu Nu’aim Al-Ashbahani, Hilyatu al-Auliyâ’ wa Thabaqâtu al-Ashfiyâ’, Juz VIII, hal 49.
Sayyid Bakar Al-Makkiy, Kifayatu al-Akhyar, Hal. 78.

Penulis : Fajrul Alam