Kala Suka Mempertanyakan Kualitas Diri, Lalu Berujung Tidak Percaya Diri

Ilustrasi by. AI
Ilustrasi by. AI

berjutapena.or.id,- Kenapa kita suka tidak nyaman ketika mendapat pujian? Atau bahkan selalu denial ketika fakta bahwa pencapaian dan prestasi yang kita miliki adalah bentuk dari dedikasi dan usaha keras yang kita lakukan selama ini. Kita selalu bersembunyi di balik tabir keberuntungan, ketika mencapai prestasi atau pencapaian dari setiap hal yang kita lakukan.

Mengapa kita selalu berpikir bahwa kita tidak pernah merasa pantas untuk mendapat semua itu? Sebab selalu merasa diri tidak kompeten. Alih-alih terkesan seperti orang tidak menyombongkan diri, tapi sebetulnya malah kita dengan sengaja merendahkan diri sendiri. Alih-alih terkesan rendah hati, sebetulnya malah bikin tidak percaya diri. Apakah ini baik? Jelas tidak. Kenapa hal tersebut bisa terjadi?
Jangan-jangan kita terjebak dengan apa yang disebut impostor syndrome.

Impostor Syndrome merupakan suatu fenomena psikologis di mana seseorang meragukan kompetensi dan pencapaiannya sendiri, takut bahwa semua itu akan dianggap tipuan, meski terdapat bukti kompetensi mereka. Seseorang dengan sindrom ini selalu memiliki keyakinan yang salah tentang bahwa prestasi yang mereka miliki saat ini bukan karena kemampuannya, melainkan hanya faktor keberuntungan saja.

Jelas bahwa kehidupan sosial selalu membawa kita kepada pengalaman-pengalaman untuk selalu berinteraksi dengan orang lain. Berinteraksi dengan personalitas, corak kehidupan yang beragam. Ditambah dengan media sosial yang menyuguhkan visual kehidupan serba materialis dan penuh kesempurnaan. Sehingga turut serta menaikan standar kesempurnaan tidak realistis yang membuat nilai diri menjadi kabur akibat adanya intervensi faktor eksternal. Kita definisikan ini sebagai sifat radikal perfeksionisme alias perfeksionis akut yang kemudian menjadi salah satu faktor mengapa kita sering meragukan kompetensi diri sendiri. Padahal di samping secara positif mengapresiasi pencapaian orang lain, idealnya kita juga jangan pernah lupakan untuk memvalidasi pencapaian diri sendiri. Jika tidak ada yang merayakan pencapaianmu, maka rayakanlan sendiri, dan itu cukup.

Referensi:
Haber, M.J., Chappell, B., Hills, C. (2022). Imposter Syndrome. In: Cloud Attack Vectors. Apress, Berkeley, CA.

Winda Sari
Senang belajar apapun, dan sebagai upaya menyambung sanad keilmuan.