Nahdlatul Ulama dan Manivestasi Pendidikan

Karya : Rekan Jack

Kita sepakat sesuai khittoh 26 NU sebagai organisasi sosial keagamaan. Perlunya kembali ke niliai khittoh 26 bukan tanpa alasan. Salah satu frame terbesar adalah NU sebagai partai politik waktu itu hingga akhirnya prioritas utama sebagai organisasi sosial keagamaan banyak di tinggalkan, umat tidak terurus dan terarah. Perhelatan pembahasan yang berhasil di rumuskan pada acara munas dan muktamar th 83 dan 84 di Sukorejo menemukan titik kesepakatan bahwa NU kembali ke khittoh dg harapan besar NU kedepan tetap kokoh eksistensinya di tengah-tengah masyarakat yg sangat majemuk.

Sangat banyak PR kedepan yang harus di benahi dan di kembangkan, akan tetapi pada tulisan ini akan sedikit menyinggung mengenai pendidikan.

Definisi pendidikan mengutip pendapat Ki Hajar Dewantara (bapak pendiri taman siswa), bahwa pendidikan merupakan usaha kebudayaan yang bermaksud memberikan bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa raga dalam garis garis kodrat pribadinya serta pengaruh pengaruh lingkungan mendapat kemajuan lahir batin.

Tumbuh kembang NU kedepan bisa di tentukan bagaimana peran generasi saat ini sebagai penerus perjuangan selanjutnnya, tak bisa di elak kan peran pendidikan sangat penting sebagai wasilah menjaga keutuhan, kerukunan sosial, serta pondasi agama secara kaffah bagi generasi-generasi NU di ranah perjuangan.

Carut marut warna pendidikan saat ini bisa kita lihat dampak dari cara manusianya berbicara, bertindak dan berprilaku yang terkadang tidak mencerminkan keterdidikan ideal sebagai manusia berpendidikan yang memanusiakan manusia.

Flasback ke belakang akan pendapat Ki Hajar, kemajuan hidup lahir batin esensinya dapat di peroleh atas idealnya faktor pendidikan yg kompeten.

Ada tiga klaster yangg di usulkan Ki Hajar Dewantara : 1. Pendidikan Keluarga, 2. Pendidikan Sekolah, 3. Pendidikan Lingkungan. Ketiga hal ini yg harus di maksimalkan agar tercapainya output yg ideal di zamannya.

Lumrah bahkan umum di kalangan masyarakat bahwa yg di namakan pendidikan hanyalah lembaga sekolah yg berijazah yg orientasinya kerja, kerja dan kerja walaupun jadi buruh, padahal yg sangat menentukan adalah pendidikan keluarga.

Sebelum anak-anak (kita) duduk di bangku sekolah, kita sudah mengenyam pendidikan walaupun bukan secara formal pendidikan itu adalah keluarga, pendidikan pertama dan paling utama adalah keluarga hingga pada akhirnya sifat menjadi tabiat seorang anak atas didikan keluarga terlebih seorang ibu, oleh karenanya lumrah di ketahui keberpendidikan seorang ibu akan sangat menentukan kualitas seorang anak.

Hingga pada akhirnya setelah di rasa cukup umur lumrahnya anak-anak dimasukkan ke sekolah dasar ketika umur 6 th ke atas (sebelum itu ada Paud dan Tk), disitu peran guru sangat penting bukan hanya membimbing secara lahiriah melainkan juga batiniah, makanya kalau di pesantren seorang kiai selalu tirakat untuk mendoakan para santrinya, yang  juga tak akan lepas dari pantauan keluarga.

Nah hingga pada akhirnya setelah dewasa, setelah selesai sekolah, kuliah (pendidikan sekolah) seorang anak akan terjun ke masyarakat luas (lingkungan), hal ini sesuai dengan perkataan Ki Hajar yang berbunyi “Siapapun bisa jadi guru dimanapun bisa jadi sekolah, ibarat pepatah (jika kita dekat dg tukang jual Park kita akan kecipratan wanginya”.

Disinilah peran pendidikan keluarga dan pendidikn sekolah sangat penting ketika terjun di tengah-tengah masyarakat majemuk atau lingkungan yg sangat berfariatif keadaannya.

IPNU IPPNU (Banom NU) Sanjung madah syukur diharapkan bisa menjadi penggerak tarakomodasinya masyarakat ke arah perbaikan-perbaikan, menjadi keluarga yang melahirkan generasi khoiro ummah, menjadi sekolah atas terdidiknya para pejuang, serta menjadi lingkungan yg dapat menyuguhkan nilai nilai kebaikan, kesabaran, dan ke ikhlasan yg pada akhirnya tercapailah nilai luhur keinginan para muassis pendiri NU sebagai pelopor perjuangan sosial keagaaman yg tercerahkan dan mencerahkan.