Misteri Kematian

Oleh : Moch. Habiburrahman Haqiqi

Dalam dunia pengetahuan, disiplin yang membahas seluk-beluk kematian dikenal dengan Thanatologi. Thanatologi berasal dari dua kata dalam Bahasa Yunani, Thanatos dan Logos. Thanatos artinya mati dan logos berarti pengetahuan. Jadi, thanatologi merupakan pengetahuan tentang kematian.
Dalam bahasan Thanatologi, manusia disebut memiliki dua dimensi persepsi, yaitu manusia sebagai makhluk individu dan manusia sebagai organisasi para sel, manusia yang satu dan manusia yang merupakan satu-kesatuan. Pandangan itu kemudian diberlakukan dalam konsep kematian, sehingga nanti akan didapati klasifikasi secara umum kematian menjadi dua, yaitu kematian individu atau somatik dan kematian seluler,  Kematian seluler, seperti pembusukan, biasanya baru akan berlangsung setelah kematian somatik yang ditandai dengan berhentinya detak jantung terjadi. Atas dasar klasifikasi jenis kematian inilah kemudian Sofwan Dahlan, seorang ahli forensik dari Universitas Diponegoro, menyimpulkan bahwa yang disebut mati adalah berhentinya fungsi berbagai organ vital, seperti jantung, paru-paru, dan otak, sebagai satu kesatuan yang utuh secara permanen, ditandai dengan berhentinya konsumsi oksigen oleh tubuh.  Dengan definis itu, kita jadi boleh beranggapan, bahwa apa saja yang membikin fungsi organ vital seseorang terhenti itulah penyebab kematiannya. Jika ada seorang renta tujuh puluh tahunan yang detak jantungnya terhenti, mati, karena memang sudah saatnya di usia segitu terjadi penurunan fungsi, maka penyebab kematiannya adalah faktor usia. Apabila diberitakan di media online, ada seorang anggota geng motor yang jantungnya statis setelah dikeroyok saat tawuran, penganiayaan itu lah penyebab kematiannya. Seandainya ada orang aliran napasnya terhenti karena suatu penyakit, penyakit itu lah yang menyebabkan ia mati.

Pertanyaanya, benarkah demikian? Apakah tepat jikalau dikatakan yang menyebabkan kematian seseorang adalah kesenjaan usianya, padahal tidak sedikit yang usianya bahkan jauh lebih tua darinya masih bisa beraktivitas seperti manusia lainnya, atau juga banyak orang yang masih muda telah mendahuluinya ke alam baka? Apakah akurat bila disebutkan seseorang mati karena suatu penyakit, sementara beberapa orang yang bahkan telah divonis akan mati dalam beberapa hari masih bisa selamat dan masih hidup bertahun-tahun, seperti kisah mengharukan Dahlan Iskan? Kalau begitu, lalu apa sebenarnya yang layak dicap sebagai penyebab kematian?

Jawabannya telah Allah jelaskan dalam Al-Quran Surah Al-A’rof nomor ayat 34,

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌ‌ۚ فَاِذَا جَآءَ اَجَلُهُمۡ لَا يَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَةً‌ وَّلَا يَسۡتَقۡدِمُوۡنَ
“Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun”

Ya, yang menyebabkan seluruh kematian adalah ajal masing-masing orang. Adapun usia yang tua, kecelakaan, penyakit parah, atau apapun itu, hanya merupakan, dalam istilah Abi Ihya’ Ulumiddin, “Hal” atau kondisi kematian, sebab jika memang kejadian-kejadian itu merupakan penyebab murni seseorang mati, maka setiap orang yang mengalaminya akan mati, tanpa pengecualian, pun banyak terjadi di sekitar kita, orang yang mati tiba-tiba, dalam artian tidak ditemukan gejala sebelumnya atau tidak mengalami kejadian-kejadian yang berpotensi mematikan seperti di atas.

Setiap orang punya ajal, batas hidup, atau “tanggal main” sendiri-sendiri, maka seharusnya kita tidak perlu terlalu memikirkan kapan kita mati atau mungkin merencanakannya, namun yang lebih penting direnungkan yakni bagaiamana kita mempersiapkan kematian. Tentang hal ini, berikut saran dari Syeikh As-Sayyid Muhammad Abdullah A-Jordani dalam kitab Fathul ‘Allam Juz 3:

وَيَتَأَكَّدُ الْاِسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ أَيِ التَّأَهُّبِ لِلِقَائِهِ بِفِعْلِ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ وَاجْتِنَابِ الْأَعْمَالِ الْقَبِيْحَةِ وَالْمُبَادَرَةِ إِلَى التَّوْبَةِ الْمُتُوَفِّرَةِ لِلشُّرُوْطِ وَهِيَ الْإِقْلَاعُ عَنِ الذَّنْبِ وَالنَّدْمُ عَلَيْهِ وَالتَّصْمِيْمُ عَلَى عَدَمِ الْعَوْدِ إِلَيْهِ وَرَدُّ الْمَظَالِمِ إِلَى أَهْلِهَا وَقَضَاءُ نَحْوِ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمِ وَاسْتِحْلَالٌ مِنْ نَحْوِ غِيْبَةٍ وَقَذْفٍ

“Sangat dianjurkan mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan mengerjakan amal-amal saleh dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang tercela, bersegera bertobat dengan memenuhi syarat-syaratnya, yaitu melepaskan diri dari dosa, menyesalinya, dan bertekad untuk tidak mengulanginya, serta mengembalikan hak yang dilakukan kepada orang yang ia dholimi, mengqadha ibadah semisal shalat dan puasa, serta meminta halal dari perbuatan semacam menggunjing dan menuduh zina”

Seluruh manusia, kecuali beberapa golongan khusus yang dikehendaki-Nya, tidak ada yang tahu kapan Malaikat Izrail menjemputnya. Imam Syafi’I dalam mau’idhohnya berdendang:

تَزُوْلُ عَنِ الدُّنْيَا فَإنَّكَ لَا تَدْرِي # إِذَا جَنَّ عَلَيْكَ اللَّيْلُ هَلْ تَعِيْشُ إِلَى الفَجْرِ
فَكَمْ مِنْ صَحِيْحٍ مَاتَ مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ # وَكَمْ مِنْ سَقِيْمٍ عَاشَ حِيْنًا مِن الدَّهْرِ
وَكَمْ مِنْ فَتًى أَمْسَى وَأَصْبَحَ ضَاحِكًا # وَأَكْفَانُهُ فِي الغَيْبِ تُنْسَجُ وَهُوَ لَا يَدْرِي
فَمَنْ عَاشَ أَلْفًا وَأَلْفَيْنِ إِنَّهُ # فَلَابُدَّ مَنْ يَوْمٍ يَسِيْرُ إلَى القَبْرِ

“Engkau akan pergi meninggalkan dunia, sedangkan engkau tidak tahu #
Pabila malam tiba, apakah engkau masih akan hidup sampai fajar
Berapa banyak orang sehat yang meninggal tanpa didahului sakit #
Dan berapa banyak orang sakit yang malah menjalani hidup lebih panjang.
Berapa banyak pemuda yang setiap pagi dan sore hanya tertawa #
Dan di tempat lain kain kafannya sedang ditenun sedangkan ia tidak menyadarinya
Dan siapapun yang hidup seribu tahun atau dua ribu, sesungguhnya  #
Pasti ada suatu hari dimana ia melangkah menuju kuburnya”

Jika  kita menyadari apa yang disampaikan Imam Syafi’I itu, maka barang tenatu tidak ada waktu dan kesempatan yang berlalu kecuali itu untuk kehidupan abadi pasca kematian. Rasulullah bersabda:

الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ

“Orang yang cerdas adalah orang yang rendah diri dan beramal untuk kehidupan setelah kematian, dan orang lemah adalah orang yang mengikutkan dirinya pada hawa nafsudan berangan-angan atas Allah,” (HR. al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan lainnya)

#DiaryUlilalbab

Redaksi Berjutapena
Dikelola oleh Lembaga Pers, Penerbitan, dan Infokom PC IPNU IPPNU Situbondo